Saturday 14 August 2021

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

 Oleh: Prapti Wardani- CGP angkatan 2 Kota Surabaya



Pada fase akhir belajar calon guru penggerak (CGP) selalu ditugaskan menghubungkan materi modul dengan materi modul yang telah dipelajari sebelumnya. Begitu pula pada modul 2.2 ini tentang pembelajaran sosial dan emosional, CGP menghubungkan materi modul-modul yang telah diselesaikan sebelumnya yaitu modul 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, dan 2.1. Modul 2.2 yang menjadi pusat pembahasan koneksi antar materi, penulis mencoba membuat bagan seperti gambar di atas dan meletakkan materi modul 2.2 pembelajaran sosial emosional di tengah bagan sebagai pusat koneksi materi yang dihubungkan.

Sebagaimana dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD),  bahwa maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Pernyataan ini tertuang dalam modul 1.1 pembelajaran CGP refleksi filosofi pendidikan Indonesia yang memiliki kaitan erat dengan pembelajaran sosial emosional materi modul 2.2. Untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan anak didik tidaklah cukup dengan memberikan ilmu pengetahuan tinggi. Bagaimana anak didik memiliki kemampuan kognitif yang tinggi tetapi tidak memiliki kemampuan sosial emosional tentulah sulit dicapai untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Memiliki kecerdasan intelektual tidak cukup menjadikan seseorang akan menjadi sukses, karena disaat anak didik tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka mereka tidak dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya disaat sosial emosional baik maka mereka akan dapat mengatur segala macam emosi (sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat. Maka dengan demikian Kesuksesan tidak hanya didapatkan dari pendidikan yang tinggi atau kemampuan kognitif  yang tinggi saja tetapi diiringi dengan kemampuan sosial-emosional yang baik sehingga dengan demikian mereka akan bermanfaat bagi orang-orang yang ada disekitarnya.

Keterkaitan modul 1.2 nilai dan peran guru penggerak dengan pembelajaran sosial emosional materi modul 2.2 adalah bahwa guru penggerak yang mengemban tugas sebagai pemimpin pembelajaran harus juga menguasai kompetensi sosial emosional. Perannya yang sangat penting untuk menggerakkan perubahan pendidikan akan melibatkan berbagai stakeholder maupun peserta didik menuntut guru penggerak menguasai 5 kompetensi sosial emosional yang dapat dikembangkan yaitu: 1. Kesadaran diri; 2. Pengelolaan diri; 3. Kesadaran sosial (Empati); 4. Keterampilan sosial (Resiliensi) dan 5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 

Dampak dari keberhasilan dalam penerapan KSE (Kompetensi Sosial Emosional) bagi seorang guru penggerak tidak hanya pada kesuksesan diri sendiri namun juga memberikan pondasi yang kuat untuk berperan dalam pendidikan sekitarnya namun  dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik (CASEL ORG). Dengan demikian  dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat dilatih dan ditumbuhkembangkan di luar pembelajaran, terintegrasi dalam pembelajaran dan menjadi budaya atau aturan sekolah sehingga dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan yang sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Melalui latihan kesadaran penuh secara konsisten dapat menumbuhkan kesadaran diri, penghargaan terhadap perbedaan dan empati, pemahaman diri dan orang lain, serta kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Keterkaitan antara materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul 1 dan 2.1. Modul 2.2 pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul-modul lain yang telah dipelajari sebelumnya bahwa dalam menjalankan nilai dan perannya sebagai guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah memiliki kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif  serta berpihak pada murid. Guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk membangun budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dikembangkan hendaknya dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Hal ini senada dengan filosofi KHD yakni pendidikan itu harus berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman).

Jika pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdiferensiasi akan lebih mudah diterapkan karena peserta didik dapat lebih fokus, semangat, bertanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya. Hal ini tentunya akan membahagiakan mereka karena pembelajaran yang disajikan  sesuai dengan .kebutuhan belajar, minat dan profil mereka.

Melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional  juga diharapkan dapat mewujudkan profil pelajar pancasila. Maka dengan demikian terwujudlah insan-insan yang cerdas dan berkarakter yang pada akhirnya berujung dengan melahirkan berbagai kebijaksanaan

No comments:

Post a Comment