Wednesday 28 April 2021

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Menjadi Pendidik atau Pengajar?

Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) pengajaran (onderwijs) adalah  proses pendidikan dalam memberi ilmu yang berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Menurut definisi tersebut pastilah seorang guru telah melakukannya sebagian besar tugas tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar di kelasnya bahkan hampir setiap hari dalam melakukan tugasnya seorang guru menyajikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.

Tetapi apakah guru tersebut  sudah melakukan tugasnya sebagai pendidik? Inilah yang kadang terlupakan oleh seorang guru dalam menjalankan tugas yang sesungguhnya. Seorang guru jangan sampai terlena dengan memberikan materi-materi pelajaran yang disampaikannya bahkan dengan memberi tugas-tugas  para siswanya yang kadang melebihi alokasi waktu yang seharusnya diterapkan yang pada akhirnya akan berdampak kepada  para siswa sehingga mereka merasa sangat terbebani. Mengapa seorang guru sampai melakukan hal teraebut? Apabila guru tersebut telah memahami benar kurikulum secara mendasar dia tidak akan melakukan hal tersebut. Apabila seorang guru memahami benar pemikiran-pemikiran dan filosofi KHD hal itu tidak akan terjadi.

Apabila kita sebagai guru telah memahami filosofi dan pemikiran-pemikiran KHD kita akan menyadari sepenuhnya bahawa seorang guru tidak hanya sebagai pengajar saja tetapi tugas sesungguhnya adalah sebagai pendidik. Menurut KHD pendidikan (opvoeding) adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Disinilah sebenarnya tugas berat yang  harus dilakukan oleh seorang guru sebagai pendidik.

Menurut KHD Seorang bayi yang baru lahir bukanlah seperti selembar kertas yang seperti teori tabula rasa sebutkan. Menurut KHD bayi yang baru lahir adalah anak yang memiliki segala kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya dimana orang tua dan lingkunygan yang akan memberi warna atau tuntunan dan bimbingan untuk masa depannya. Dalam proses pendidikan tersebut orang tua dan guru atau pendidik hanya menuntun dan membimbing perkembangan anak tersebut sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan secara lahir dan batin dalam hidupnya di masyarakat.  Jadi orang tua ataupun seorang guru atau pendidik tidak berhak memaksakan atau membentuk anak tersebut sesuai dengan keinginannya. Anak berhak mendapat kemerdekaannya dalam menentukan masa depannya untuk menjadi manusia seutuhnya.

Seperti yang diibaratkan oleh KHD bahwa orang tua atau pendidik diibaratkan seorang tukang kebun atau petani.  Kebun atau sawah diibaratkan sebagai pendidikan atau sekolah dan benih-benih jagung atau padi itu diibaratkan anak-anak. Apabila benih jagung atau padi tersebut disemai di tempat yang baik, mendapat pupuk yang baik, pengairan yang baik dan mendapat sinar matahari yang baik serta mendapat perawatan yang baik maka akan menghasilkan hasil panen yang berkualitas. Apabila benih-benih jagung atau padi tersebut kurang baik, diharapkan petani atau tukang kebun tersebut dapat merawatnya dengan baik bukan mustahil akan menuai hasil panen yang baik pula. Sebaliknya walaupun beni-benih jagung atau padi tersebut adalah benih yang baik, tetapi disemai di lahan yang kurang bagus dan dalam perawatannya kurang baik benih tersebut akan tumbuh tidak optimal bahkan tidak mustahil akan mati.

Begitu pula dengan pendidikan anak-anak. Apabila anak-anak kita mendapatkan tempat pendidikan yang baik dan benar, para pendidik paham dan sadar akan makna pendidikan tidak mustahil akan dapat mengantarkan anak-anak atau para siswanya menjadi siswa yang berbudi dan berakhlak luhur.

Kembali kepada tugas seorang guru di sekolah. Setelah memahami pemikiran-pemikiran KHD penulis menyadari bahwa tugas yang paling mendasar sebagai seorang guru tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Guru tidak hanya mengejar target dan tuntasnya materi pelajaran tetapi guru harus menuntun dan membimbing siswa untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatannya sesuai kodrat alam dan  kodrat zaman. Guru dapat mengadakan perubahan pada diri anak dan mendidik sesuai zaman dimana anak itu berada. Guru harus dapat menggali dan mengembangkan potensi kecakapan hidup yang ada pada anak. Guru dapat memahami karakter siswa sebagai individu yang unik. Sebaliknya guru hendaknya juga dapat menuntun siswa apabila mengalami kendala dan mendapatkan masalah dalam belajar dengan mengetahui  latar belakang yang dialami siswa sehingga mampu memecahkan dan menemukan solusi untuk kelanjutan perkembangannya. Setiap siswa memiliki masalah atau kendala belajar yang berbeda sesuai latar belakang yang dimilikinya tentunya. Disinilah tantangan seorang guru yang harus mampu selalu menuntun dan memberi solusi sehingga siswa tetap berbahagia dalam belajar dan mencapai kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya.

Pemikiran selanjutnya menurut KHD adalah menanamkan dan mengembangkan budi pekerti. Budi pekerti adalah watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga dengan kata lain pendidikan haruslah dapat mengembangkan dan menanamkan cipta (kognitif), karsa (afektif) dan karya (psikomotor) pada anak. Pendidikan budi pekerti yang paling menentukan perkembangan seorang anak adalah keluarga. Keluarga yang dapat membentuk karakter dan jati diri seorang anak. Maka orang tua adalah guru pertama bagi seorang anak yang dapat menjadi model dirinya. Untuk selanjutnya sekolah adalah memantapkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan di dalam keluarga. Sekolah dapat menjadi tempat belajar anak  dalam bersosialisasi dan bermasyarakat. Sekolah adalah tempat anak mengembangkan potensi kognitif, afektif dan psikomotor di dalam bimbingan dan tuntunan seorang guru untuk mencapai pribadi yang lebih baik dalam kehidupan anak.

#gurupenggerak

#refleksidiri