Menjadi Pendidik atau Pengajar?
Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) pengajaran
(onderwijs) adalah proses pendidikan dalam memberi ilmu yang
berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Menurut definisi
tersebut pastilah seorang guru telah melakukannya sebagian besar tugas tersebut
dalam kegiatan belajar-mengajar di kelasnya bahkan hampir setiap hari dalam
melakukan tugasnya seorang guru menyajikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diampunya.
Tetapi apakah
guru tersebut sudah melakukan tugasnya
sebagai pendidik? Inilah yang kadang terlupakan oleh seorang guru dalam
menjalankan tugas yang sesungguhnya. Seorang guru jangan sampai terlena dengan
memberikan materi-materi pelajaran yang disampaikannya bahkan dengan memberi
tugas-tugas para siswanya yang kadang
melebihi alokasi waktu yang seharusnya diterapkan yang pada akhirnya akan
berdampak kepada para siswa sehingga
mereka merasa sangat terbebani. Mengapa seorang guru sampai melakukan hal
teraebut? Apabila guru tersebut telah memahami benar kurikulum secara mendasar
dia tidak akan melakukan hal tersebut. Apabila seorang guru memahami benar
pemikiran-pemikiran dan filosofi KHD hal itu tidak akan terjadi.
Apabila kita
sebagai guru telah memahami filosofi dan pemikiran-pemikiran KHD kita akan
menyadari sepenuhnya bahawa seorang guru tidak hanya sebagai pengajar saja
tetapi tugas sesungguhnya adalah sebagai pendidik. Menurut KHD pendidikan (opvoeding)
adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar
ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Disinilah sebenarnya
tugas berat yang harus dilakukan oleh
seorang guru sebagai pendidik.
Menurut KHD Seorang
bayi yang baru lahir bukanlah seperti selembar kertas yang seperti teori tabula
rasa sebutkan. Menurut KHD bayi yang baru lahir adalah anak yang memiliki
segala kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya dimana orang tua dan
lingkunygan yang akan memberi warna atau tuntunan dan bimbingan untuk masa
depannya. Dalam proses pendidikan tersebut orang tua dan guru atau pendidik
hanya menuntun dan membimbing perkembangan anak tersebut sesuai dengan kodrat
alam dan kodrat zamannya untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan secara
lahir dan batin dalam hidupnya di masyarakat.
Jadi orang tua ataupun seorang guru atau pendidik tidak berhak
memaksakan atau membentuk anak tersebut sesuai dengan keinginannya. Anak berhak
mendapat kemerdekaannya dalam menentukan masa depannya untuk menjadi manusia
seutuhnya.
Seperti yang
diibaratkan oleh KHD bahwa orang tua atau pendidik diibaratkan seorang tukang
kebun atau petani. Kebun atau sawah
diibaratkan sebagai pendidikan atau sekolah dan benih-benih jagung atau padi
itu diibaratkan anak-anak. Apabila benih jagung atau padi tersebut disemai di
tempat yang baik, mendapat pupuk yang baik, pengairan yang baik dan mendapat
sinar matahari yang baik serta mendapat perawatan yang baik maka akan
menghasilkan hasil panen yang berkualitas. Apabila benih-benih jagung atau padi
tersebut kurang baik, diharapkan petani atau tukang kebun tersebut dapat
merawatnya dengan baik bukan mustahil akan menuai hasil panen yang baik pula.
Sebaliknya walaupun beni-benih jagung atau padi tersebut adalah benih yang baik,
tetapi disemai di lahan yang kurang bagus dan dalam perawatannya kurang baik
benih tersebut akan tumbuh tidak optimal bahkan tidak mustahil akan mati.
Begitu pula
dengan pendidikan anak-anak. Apabila anak-anak kita mendapatkan tempat
pendidikan yang baik dan benar, para pendidik paham dan sadar akan makna
pendidikan tidak mustahil akan dapat mengantarkan anak-anak atau para siswanya
menjadi siswa yang berbudi dan berakhlak luhur.
Kembali kepada tugas
seorang guru di sekolah. Setelah memahami pemikiran-pemikiran KHD penulis
menyadari bahwa tugas yang paling mendasar sebagai seorang guru tidak hanya
sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Guru tidak hanya mengejar target
dan tuntasnya materi pelajaran tetapi guru harus menuntun dan membimbing siswa untuk
mencapai kebahagiaan dan keselamatannya sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Guru dapat mengadakan perubahan
pada diri anak dan mendidik sesuai zaman dimana anak itu berada. Guru harus
dapat menggali dan mengembangkan potensi kecakapan hidup yang ada pada anak.
Guru dapat memahami karakter siswa sebagai individu yang unik. Sebaliknya guru
hendaknya juga dapat menuntun siswa apabila mengalami kendala dan mendapatkan
masalah dalam belajar dengan mengetahui latar belakang yang dialami siswa sehingga
mampu memecahkan dan menemukan solusi untuk kelanjutan perkembangannya. Setiap siswa
memiliki masalah atau kendala belajar yang berbeda sesuai latar belakang yang
dimilikinya tentunya. Disinilah tantangan seorang guru yang harus mampu selalu
menuntun dan memberi solusi sehingga siswa tetap berbahagia dalam belajar dan
mencapai kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya.
Pemikiran
selanjutnya menurut KHD adalah menanamkan dan mengembangkan budi pekerti. Budi pekerti
adalah watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan
dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga dengan kata lain pendidikan
haruslah dapat mengembangkan dan menanamkan cipta (kognitif), karsa (afektif)
dan karya (psikomotor) pada anak. Pendidikan budi pekerti yang paling menentukan
perkembangan seorang anak adalah keluarga. Keluarga yang dapat membentuk
karakter dan jati diri seorang anak. Maka orang tua adalah guru pertama bagi seorang
anak yang dapat menjadi model dirinya. Untuk selanjutnya sekolah adalah
memantapkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan di dalam keluarga. Sekolah
dapat menjadi tempat belajar anak dalam
bersosialisasi dan bermasyarakat. Sekolah adalah tempat anak mengembangkan
potensi kognitif, afektif dan psikomotor di dalam bimbingan dan tuntunan
seorang guru untuk mencapai pribadi yang lebih baik dalam kehidupan anak.
#gurupenggerak
#refleksidiri